Minggu, 15 Juli 2012

kumpulan nilai sem. genap


ARTICHEL MASJID AMANAH MTs NEGERI BOROBUDUR
Oleh : Ustadz Heri Suprapto S.Ag

Pemanfaatan Blog Sebagai Media dan Sumber Pembelajaran Alternatif Qur’an Hadits Tingkat Madrasah Tsanawiyah


Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respons yang diharapkan siswa termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.

Tak bisa dipungkiri, dewasa ini media telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Di negara maju, media telah mempengaruhi hampir sepanjang waktu hidup seseorang. Bahkan seorang insinyur ternama Amerika Serikat, B. Fuller mengatakan bahwa media (terutama televisi) telah menjadi “orang tua ketiga” bagi anak (guru adalah orang tua kedua). Meskipun perkembangannya di Indonesia belum mencapai taraf seperti itu, namun kecenderungan ke arah itu sudah mulai tampak. Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, peranan media juga tidak bisa diabaikan.[1]

Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataanya bagian inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang sering muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dll. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap guru telah membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal media pembelajaran. Sesungguhnya betapa banyak jenis media yang bisa dipilih, dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan kondisi waktu, biaya maupun tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Setiap jenis media memiliki karakteristik tertentu yang perlu kita pahami, sehingga kita dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di lapangan.
Kemudian selain itu, jika belajar mengajar adalah suatu proses mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh anak didik maka sesungguhnya nilai-nilai tersebut bisa diambil dari berbagai sumber. Sumber belajar dalam pengertian luas sesungguhnya banyak dan bisa terdapat di mana-mana. Karena itu sumber belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.[2] Dari sekian banyak komponen dalam pembelajaran, sumber belajar turut berperan dalam membantu guru dalam memperkaya wawasan anak didik. Jika dalam pendidikan masa lalu guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik, sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih tradisional, misalnya guru mendekte sehingga siswa kurang aktif. Lain halnya dengan sekarang, dengan sekarang pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dunia pendidikan dapat memanfaatkan kehadirannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam memanfaatkan hasil-hasil teknologi dalam pembelajaran. Dengan mempergunakan teknologi informasi sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar, dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Fenomena baru yang melanda dunia saat ini, terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi adalah hadirnya suatu jaringan yang kita kenal dengan internet.[3]

Dalam situasi yang berkembang berubah cepat seperti saat ini diperlukan tersedianya sumber-sumber belajar yang aktual, kaya dan mudah dijangkau. Internet merupakan teknologi yang memberikan landasan yang kuat bagi penciptaan lingkungan belajar yang kaya dan luwes serta mampu memenuhi kebutuhan pendidikan. Sistem pendidikan konvensional sudah saatnya tidak bersifat angkuh dan seharusnya menunjukkan sifat bersahabat dengan alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan teknologi.

Salah satu fenomena menarik dari internet ialah blog. Blog awalnya hanya berupa situs pribadi yang memuat kumpulan link situs favorit pemiliknya dan cenderung hanya sebagai tempat diary online saja. Namun seiring popularitas dan daya tariknya kini blog sudah berkembang menjadi suatu sumber berita atau informasi alternatif. Hal ini dikarenakan kemudahan pembuatannya yang WYSWYG (what you see is what you get), tanpa perlu bahasa pemrograman yang rumit. Kemudahan layanan bantuan pembuatan dan enrichment halaman blog termasuk penyebarannya melalui jasa social networking membuat blog semakin populer. Menurut Sifry, saat ini berdasarkan hasil penelusuran mesin pencari blog Technorati, jumlah blog telah mencapai 57 juta blog di seluruh dunia, dan jumlah ini berlipat dua kali setiap 230 hari.[4]

Saat ini fenomena blog juga telah mewabah di Indonesia, dari remaja sampai orang dewasa bahkan yang sudah kakek-kakek pun telah membuat blog dan dipublikasikan di internet. Para guru juga tidak ketinggalan dalam membuat blog, hal ini dimungkinkan karena jasa pelatihan atau pengenalan blog pada berbagai kesempatan pelatihan IT atau internet pada guru. Para guru di Indonesia termasuk guru madrasah seharusnya dapat memaksimalkan penggunaan blog sebagai media alternatif penyampaian pengetahuan dan media pembelajaran online, untuk mengatasi masalah kurangnya jam pembelajaran konvensional di kelas. Bahkan konten materi blog yang bagus, informatif, inspiratif dan kaya sumber referensi serta bersifat tidak tertutup tersebut, tidak mustahil dapat diakses siapapun (bukan hanya diakses siswa dari sekolah tempat guru tersebut) dan itu artinya memungkinkan siapapun dapat berkontribusi positif serta memperkaya bahan pembelajaran, tidak hanya bagi siswa melainkan juga bagi guru itu sendiri. Dan itu sekaligus dapat menyebabkan nama blog dan pemilik blognya akan lebih dikenal luas di internet.

Oleh karena itu jika ditinjau dari penyampaian informasi dan untuk menggerakkan afeksi (motivasi untuk belajar), blog dapat dianggap sebagai suatu media pembelajaran, sumber belajar dan sumber informasi riset yang murah dibandingkan dengan media lain. Dengan menggunakan blog para guru dapat memberikan bahan pengajaran, memberikan alternatif cara mengakses sumber-sumber informasi lain secara tanpa batas dan menawarkan sumber pengayaan bahan dari beragam informasi yang sedang berkembang secara cepat setiap harinya. Blog juga sekaligus berfungsi sebagai media interaksi dan berdiskusi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru lain, siswa satu madrasah dengan siswa madrasah lain dan seterusnya.


Peneliti tidak memiliki data pasti tentang jumlah situs atau blog yang khusus berisi materi pembelajaran qur’an hadits yang ada di internet, tetapi dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti sekitar, dari search engine google dengan mengetik kata Qur’an Hadits ditemukan 483.000 situs khusus berbahasa Indonesia. Sedangkan jika kita mengetikkan kata “qur’an dan sunnah” gogle mengindeks 327.000 situs, dan dari jumlah tersebut tidak semua situs yang ditampilkan merupakan situs yang khusus membicarakan permasalahan qur’an hadits, sebagian besar berupa situs tentang Islam secara umum bahkan adapula situs yang berasal dari kalangan pemeluk agama lain. Jika kita mengembangkan sistem pencarian kita ke situs penyedia video paling terkenal di jagat internet yakni youtube dengan mengetikkan kata kunci “qur’an hadis”, maka setidaknya akan ditemukan sekitar 7.883 video yang berhubungan dengan kata kunci tersebut.

Adapun blog yang hampir 100% bisa dianggap merupakan prototype media dan sumber pembelajaran alternatif qur’an hadits mendekati ideal untuk tingkat madrasah jumlahnya sangat sedikit bahkan boleh dibilang hampir tidak ada. Sejumlah blog yang  berisi materi pembelajaran qur’an hadits bisa dilihat pada http://cintailmuku.blogspot.com/ dan http://cintailmuku2.blogspot.com/. Kedua blog ini merupakan contoh representatif blog yang memberikan link-link berupa materi pembelajaran qur’an hadits untuk tingkat madrasah aliyah dilengkapi dengan bahan presentasi untuk guru, namun sayangnya tidak dikelola secara optimal. Oleh karena itu dari hasil studi pendahuluan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tesis tentang “Pemanfaatan Blog Sebagai Media dan Sumber Pembelajaran Alternatif Qur’an Hadits Tingkat Madrasah Tsanawiyah”.
[1] Aristo Hadi, “Televisi Guru yang Jahat?” dalam http://aristorahadi.wordpress.com/2008/04/08/televisi-guru-yang-jahat/ diakses 10 Juli 2012


[2] AECT (Association of Education Communication Technology) melalui karyanya The Definition of Educational Technology (1977) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam;
Message (pesan), yaitu informasi/ajaran yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk gagasan, fakta, arti, dan data. Termasuk dalam komponen pesan adalah semua bidang studi/mata kuliah atau bahan pengajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
People (orang), yakni manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan, misalnya guru, dosen, peserta didik dsb.
Material (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunan alat atau perangkat keras ataupun oleh dirinya sendiri. Misalnya, film, audio, majalah dsb.
Device (alat), yakni sesuatu (perangat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya, OHP, slide, radio dsb.
Technique (teknik), yaitu prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk menyampaikan pesan. Misalnya, simulasi, demonstrasi, tanya jawab dsb.
Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar dimana pesan disampaikan baik lingkungan fisik maupun nonfisik, misalnya kels, perpustakaan, tenang, ramai dsb.

Di samping itu, kita juga dapat mengklasifikasikan sumber belajar dari versi yang lain, yaitu:

1. Menurut sifat dasarnya, sumber belajar ada 2 macam yaitu sumber insani (human) dan
    non-insani (non-human).

2.  Menurut segi pengembangannya, sumber belajar ada 2 macam:

- Learning resources by design (sumber belajar yang dirancang untuk keperluan
   pengajaran).

-  Learning resources by utilitarian (sumber belajar yang tidak dirancang untuk keperluan
    pengajaran.

[3] Internet merupakan kumpulan informasi yang tersedia di komputer yang bisa diakses karena adanya jaringan yang tersedia di komputer tersebut. Internet adalah jaringan yang tersusun dari sejumlah Local Area Network (LAN, jaringan lokal), yang terbatas daerah cakupannya, Metropolitan Area Network (MAN, jaringan kota metropolitan) mencakup kota metropolitan yang luas, dan Wide Area Network (WAN, jaringan luas) yang menghubungkan berbagai komputer di seluruh dunia. Semua jaringan ini dihubungkan dengan beragam alat komunikasi, mulai dari sambungan telepon biasa dan yang berkecepatan tinggi, satelit, gelombang mikro dan serat optik, yang pada realitasnya semua jenis alat komunikasi ini berada pada internet sehingga memberikan pemahaman bahwa artinya semua jaringan ini saling berhubungan (interconnected network). Disadur dari buku pelajaran TIK untuk SMP/MTs kelas IX, terbitan Erlangga.

[4] Perkembangan blog di Indonesia sendiri dimulai sekitar tahun 1999-2000, yang dipelopori oleh orang-orang Indonesia yang bermukim di luar negeri, di mana mereka memiliki akses informasi yang lebih cepat, terutama dari lingkungan pergaulan mereka. Konten blog mereka yang sudah berbahasa Indonesia, umumnya mereka adalah seorang web developer ataupun seorang web designer. Diambil dari Majalah Komputer Chip Spesial Blogging, edisi Oktober 2007, hlm. 14-17.

Penulis berkeyakinan Motivasi belajar Siswa akan lebih meningkat dan lebih terfokus apabila para Guru beserta siswanya sepakat untuk mengedepankan segi positifnya karena berfikir positif membuat kita akan terarah kejenjang yang positif juga dalam berprilaku untuk menjunjung tinggi agama kita yang semakin hari akhir-akhir ini banyak yang teledor dan tertipu oleh ungkapan yang tidak sesuai dengan niatan kita hidup di dunia yang fana ini.Maka penulis sebagai guru fiqih mengajak kepada seluruh pembaca marilah kita semua berbuat sesuai dengan ajaran – ajaran Qu’an dan Hadits, baik didunia nyata maupun dunia maya yang sekarang untuk ajang mempropagandakan atau mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini menndongkol pada lubuk hati yang paling dalam. Tulis pada facebookmu dengan kata-kata yang enak untuk dibaca orang lain jangan mengotori dunia mayamu dengan kata-kata yang tidak mengandung dakwah atau ibadah, karena tulisan anda akan bermanfaat bila tulisan anda mengandung manfaat terhadap orang lain. Oky ?!.



























MEMAKNAI SADRANAN
Oleh: Ustadz Hery ( 12 Juli 2012 )

Di dalam masyarakat jawa, menjelang datangnya bulan suci ramadhan tepatnya dibulan Ruwah / Sya’ban ada tradisi yang bernama Sadranan. Menurut sejarah, Sadranan ini telah turun-temurun sejak dulu. Pada saat masyarakat jawa belum beragama Islam, Sadranan ini dilaksanakan sebagai pemujaan pada arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Setiap bulah ruwah masyarakat selalu menyiapkan sesaji (sajen) yang diperuntukkan untuk para arwah-arwah tersebut. Sesaji untuk upacara pada masa lalu berwujud makanan mentah, daging mentah, dupa dan darah. Dengan berbagai sajen yang dipersembahkan kepada arwah tersebut, mereka berharap mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan hidup. Semua makanan tersebut diletakkan di kuburan-kuburan, punden, batu besar, sungai, pohon besar atau ditempat yang dianggap keramat lainnya.
Era kerajaan Islam Demak dengan rajanya Raden Patah dan dibantu penasihat spiritualnya, yaitu Walisanga merupakan babak baru perubahan yang sangat mendasar atas tradisi sadranan ini. Walisanga tetap mempertahankan tradisi sadranan, tetapi substansinya diisi dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah leluhur, tetapi merupakan sarana untuk mendoakan agar arwah para leluhur tersebut bisa tentram, damai di sisi Allah SWT. Makanan yang semula berupa makanan mentah, daging mentah dan darah diganti dengan makanan dan minuman yang baik, hasil dari pertanian dan peternakan yang dimiliki oleh masyarakat. Tempat Sadranan yang dulu dilakukan di pekuburan dan tempat yang dianggap keramat, dipindah dan dilaksanakan di Masjid-masjid atau rumah sesepuh. Hal ini mirip sebagaimana Rosulullah SAW berdakwah dalam menyikapi tradisi kaum jahiliyyah diantaranya dalam melestarikan tradisi Aqiqoh. Konon sebelum kedatangan Islam, kaum Quraisy jahiliyah ketika ada yang melahirkan, mereka menyembelih kambing. Namun kambing sembelihan itu dipersembahkan untuk berhala dan perut dari si bayi dilumuri dengan darah sembelihan. Ketika Islam datang, Rosulullah tetap melestarikan tradisi penyembelihan kambing ketika ada kelahiran, namun daging kambing itu di sedekahkan.
Rangkaian kegiatan sadranan ini dilaksanakan dengan berbagai variasi sesuai dengan adat masing-masing daerah. Pada umumnya sadranan diawali dengan bersih-bersih makam. Acara bersih kubur ini merupakan kegiatan pembuka dan melibatkan seluruh masyarakat desa. Setelah bersih-bersih makam, kegiatan dilanjutkan dengan membersihkan jalan-jalan, pasar, balai desa atau tempat lainnya yang memiliki fungsi sebagai tempat publik. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara Munjung, yaitu kegiatan saling mengirim makanan kepada para kerabat, tetangga dan orang-orang yang di hormati. Munjung berasal dari kata kunjung yang artinya mendatangi. Munjung biasanya dilakukan oleh anak-anak dimaksudkan agar anak-anak lebih mengenal silsilah keluarga atau kerabat. Setelah Munjung selesai, kegiatan berikutnya adalah kenduri, selamatan atau bancakan. Kenduri ini biasanya dilakukan secara bersamaan atau dilaksanakan di Masjid yang dipimpin oleh seorang Kiyai atau orang yang disepuhkan di desa tersebut.
Makna yang terkandung dalam tradisi sadranan ini antara lain : Pertama, Bersih kubur, kegiatan ini memiliki makna akan pentingnya kebersihan tidak hanya di rumah tempat tinggal, tetapi juga di tempat-tempat umum seperti makam, jalan dan balai desa. Dengan dibersihkannya tempat itu maka bisa menjadi symbol bahwa masyarakat telah memberisihkan jasmani mereka dari segala kotoran yang melingkupinya sehingga pada bulan puasa yang akan segera datang, mereka bisa menyempurnakan amalan dan memberishkan batin mereka. Disamping itu, membersihkan makam merupakan media untuk ingat pada mati, dengan mengingat mati manusia akan memiliki kecenderungan untuk berbuat sebaik mungkin dalam hidup. Bukankah Rosulullah telah menyatakan bahwa orang yang cerdas itu adalah orang yang ingat akan kematian. Bersih makam juga dapat menjadi sarana menziarahi dan mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah SAW pernah menziarahi kubur ibunya, lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya turut menangis. Beliau bersabda, “ Saya meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan buat ibu namun tidak diizinkan. Dan, saya minta izin untuk menziarahi kuburnya, lalu diizinkan. Maka ziarahlah kubur, karena dapat mengingatkan kematian (HR. Tirmidzi).
 Kedua, makna yang terdapat dalam tradisi munjungan adalah cara mempererat kekeluargaan di masyarakat. Anak-anak yang biasa munjung dilatih atau dibiasakan untuk bersedekah dan mengetahui sejarah dan silsilah yang dimiliki oleh keluarga mereka. Salah satu cara berbakti kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal adalah bersedekah untuk leluhur dan menjalin silaturahim serta menjaga hubungan kekeluargaan dengan kerabat dan hadaitulan leluhur. Ibnu Umar pernah berkata, “ Saya mendengar Rosulullah SAW bersabda, Sesungguhnya sebaik-baik wujud bakti anak kepada orang tuanya sepeninggal mereka adalah menyambung tali persaudaraan dengan keluarga yang dicintai oleh orang tuanya.”
Ketiga, makna kenduri merupakan simbul dari ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas semua karunia yang telah diberikan. Sebagai ungkapan syukur tersebut masyarakat mengeluarkan sedekah berupa makanan. Dan dalam kenduri itu biasanya juga dilakukan zikir bersama dan berdoa mohon keselamatan dan kesejahteraan kepada Allah SWT. Disamping itu, kenduri merupakan simbul persatuan dan kerukuanan masyarakat desa. Kenduri juga menjadi sarana menyampaikan informasi penting bagi desa misalnya mengenai program pengembangan desa.
Demikian perubahan substansi, tatacara dan pemaknaan dari tradisi Sadranan ini sebagai bentuk akomodatif Walisanga terhadap kekayaan budaya lokal dalam berdakwah di masyarakat jawa. Pendekatan kultural mensyaratkan adanya penghargaan terhadap berbagai pranata lokal yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa tercerabut dari akar tradisinya. Perubahan yang ditimbulkan dari model dakwah kultural ini bersifat gradual, atau perlahan-lahan, tetapi mengakar sampai pada akar kesadaran masyarakat. Namun demikian, estafet perjuangan Walisanga masih membutuhkan generasi baru. Masih banyak agenda yang perlu diselesaikan, seperti masih tersebarnya budaya dan ritual yang perlu di benahi dan ditata ulang kembali sehingga lebih selaras dengan nilai-nilai Islam. Hanya Allah SWT yang mengetahui segala kebenaran.








Setiap menjelang Ramadan, masyarakat Jawa memiliki tradisi unik, yakni sadranan. Sadranan adalah sebuah seremoni sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni pergi ke makam leluhur (orangtua), silaturrahim kepada yang masih hidup (biasanya berkumpul di rumah peninggalan orangtua). Acara sadranan, setidaknya memberi pesan sebelum memasuki Ramadan sesama saudara sekandung atau relasi sosial mengucapkan saling memohon maaf, me-refresh hubungan silaturrahim dan memperbaharui komitmen.

Dulu Sunan Kalijaga mendesain sadranan bertujuan agar sebelum memasuki bulan Ramadan hati manusia mukmin bersih dari penyakit hati, seperti iri, dengki, hasut, takabur, riya’, dan ujub. Penyakit hati ini berdiam di hati manusia dan harus dibersihkan. Tujuannya, agar saat memasuki bulan Ramadan kondisi batin siap menerima pelajaran ruhani dari Allah.

Jalaluddin Rakhmat (2005) menyebut Ramadan sebagai madrasah ruhani (sekolah spiritual). Mukmin yang telah menyelesaikan ibadah diharapkan Ramadan diharapkan peka dengan kondisi lingkungan sekitarnya, seperti bagaimana merasakan lapar dan dahaga di siang hari. Bagaimana seseorang merelakan dirinya tidak makan dan minum meskipun makanan dan minuman itu halal. Ia hanya mau makan bila sudah ada tanda maghrib. Setiap malam bermunajad menggapai ridho Illahi. Alqur’an sebagai kitab pedoman dibaca, dikaji, dan diaplikasikan dalam kehidupan. Bersedekah yang semula berat, ketika bulan Ramadan rasanya ringan.

Seseorang yang mau memasuki bulan Ramadan perlu mengkondisikan spiritualitasnya. Mentalnya perlu diedukasi agar siap menerima pelajaran dari Allah langsung sebagaimana firmannya dalam hadis qudsi; Puasa Ramadhan adalah milik Ku dan Aku yang akan langsung mengganjarnya.

Khas Jawa

Adakah sadranan di Arab Saudi, tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan dan Alqur’an diturunkan? Jawabnya pasti tidak. Hal ini karena dipengaruhi perbedaan budaya. Masyarakat Jawa senang dengan kumpul-kumpul sampai ada peribahasa Jawa, mangan ora mangan sing penting kumpul. Maka tidak heran bila dalam kondisi apapun, seperti mudik yang menelan harta dan bahkan nyawa, tetap saja sebagai sesuatu yang unik dan menarik. Bahkan, setiap ritual mudik, ada perputaran uang yang sangat signifikan di daerah.

Para Wali Songo sebagai peletak dasar tradisi Islam Jawa berusaha mendesain acara-acara yang memiliki muatan keislaman tanpa merusak tradisi yang berkembang di masyarakat lokal. Seperti ide sadranan, di Jawa sebenarnya sudah ada tradisi besik. Besik adalah tradisi membersihkan makan menjelang Ramadan, acara ini kemudian diolah oleh para Wali Songo sehingga mengkomunikasikan hadis Nabi yang maknanya, di dalam diri jasad manusia ada segumpal darah. Bila segumpal darah itu bagus, maka bagus pula seluruh diri jasad manusia. Sebaliknya, bila segumpal darah itu jelek (kotor), maka jelek pula seluruh diri jasad. Segumpal darah itu adalah hati. Hati dalam perspektif Sunan Kali Jaga berada di dada, maka acara pembersihan hati diberi nama (simbol) sadr (dada) dan berubah menjadi sadranan.

Komunikasi-komunikasi ini terus dilakukan dan masyarakat Jawa yang pada waktu itu belum memiliki hiburan seperti jaman sekarang sadranan merupakan momen bertemunya balung apisah (tulang/keturunan yang telah pisah bercerai berai). Maka untuk zaman teknologi seperti sekarang ketika silaturrahim telah tereduksi adanya handphone, perlu para penerus generasi Wali Songo mendesain acara sadranan lebih bermakna sebagai pembelaan atas komunitasnya.

Sadranan dan Kritik Sosial

Sadranan sebenarnya bisa menjadi kritik sosial ketika pada acara itu bertemu antara pemimpin, ulama (cendekiawan), dermawan, dan fakir miskin. Mereka berkumpul bersama untuk mendoakan arwah leluhur. Andaikan pertemuan itu didesain sebagai upacara untuk mengkonsolidasikan kekuatan lokal yang tertindas secara ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dll. maka sadaran akan memiliki kekuatan lebih.

Lihat saja, makanan yang disajikan dalam acara sadranan terdiri dari makanan olahan lokal. Jauh dari  modernitas. Ini merupakan kritik atas ekonomi bangsa Indonesia yang telah dibanjiri produk luar negeri. Dalam prosesi penyelenggaraan, masyarakat secara mandiri membiayai acaranya dengan cara iuran tanpa harus mengemis kepada pemerintah. Mereka pun membelanjakan uangnya kepada pedagang sekitar. Sehingga dengan berkumpulnya iuran itu, ekonomi pun berjalan.

Mereka bangga dengan kesederhanaan, tidak neka-neka, tidak perlu mendesain gemerlapnya lampu seperti panggung konser musik. Mereka khusyu mendoakan yang telah mati dan yang masih hidup. Mereka melestarikan syair karya Sunan Kali Jaga yang berjudul sluku-sluku batok, yang dalam syair itu ada ungkapan wong mati ora obah yen obah medeni bocah, yen urip golek ooo duwet.

Pesan Sunan Kalijaga, kewajiban manusia yang masih hidup adalah bekerja bukan menumpuk kekayaan. Maka ungkapan khas Jawa, sugih tanpa bondho. Sayangnya, keluhuran prinsip hidup orang Jawa harus diuji oleh gerusan budaya luar yang menjanjikan kenikmatan dunia dengan budaya hedonisme dan konsumerismenya.

Akhirnya, apakah sadranan akan mampu menjadi media kritik sosial atau tidak, itu merupakan tanggung jawab para pelestari budaya adi luhung ini. Bila para penerus generasi wali songo gagal memaknai perubahan zaman, suatu saat sadranan pun akan bergeser makna hanya sebagai tradisi klasik yang akan menjadi tontotan. Bukan tuntunan. Wallahu a’lam bis showaab.

SEKILAS TENTANG SADRANAN DI CEPOGO


Sadran merupakan ritual yang rutin digelar kaum Kejawen setiap bulan sa'ban (ruwah). Upacara ini bertujuan untuk menyambut datangnya bulan puasa. Tradisi Sadranan sudah umum dilaksanakan masyarakat muslim Asia Tenggara namun kadang berbeda nama dan rangkaian kegiatanya. Masyarakat Jawa, termasuk juga masyarakat Cepogo melakukan tradisi ini sebagai penghormatan kepada arwah leluhur, kerabat/saudara.
Zaman dahulu acara sadranan dilakukan sebagai pemujaan kepada leluhur juga permohonan kepada arwah leluhur sebab dipercaya jika arwah leluhur yang sudah meninggal itu sebenarnya masih hidup bersama didunia ini. Upacara sadranan zaman dulu menggunakan ubarampe yang isinya ialah sesajen makanan-makanan yang tidak sepantasnya dimakan, contohnya: daging mentah, darah ayam, kluwak dan lain-lain.
Setelah agama Islam masuk, para Wali merubah upacara sadranan ini secara halus agar sesuai dengan ajaran Islam. Pemujaan dan permohonan kepada leluhur diubah menjadi doa kepada Allah. Sesajen yang tidak enak dimakan diganti menjadi sajian makanan yang enak. Sadranan biasanya diawali dengan bersih-bersih kuburan, masyarakat menyebutnya “besik”. Dan yang mengherankan dari tradisi ini adalah semua masyarakat datang berbondong-bondong untuk bersilaturahmi dan menjalin persaudaraan dengan saling mengunjungi rumah per rumah dengan menyantap hidangan yang disajikan. Maksud dan tujuan lainnya yaitu ikut ngalap berkah kepada para leluhur yang telah meninggal dunia. Kuatnya nilai-nilai tradisi pada masyarakat yang masih menjalankannya tersebut didasari keyakinan bahwa setelah upacara tradisional Sadranan tersebut dilaksanakan maka dalam bekerja untuk mencari nafkah akan diberikan kelancaran dan kemudahan.
Sadranan di adakan setiap bulan Ruwah tanggal 15 sampai dengan menjelang bulan puasa, secara bergantian dari kampung ke kampung mengadakan upacara tradisional Sadranan tersebut. Upacara itu hakekatnya ialah kesadaran manusia kepada  perkara hidup dan mati. Yang telah meninggal ganu ngelairna yang masih hidup, yang masih hidup nantinya menyusul yang telah meninggal (Sangkan Paraning Dumadi). Sadranan juga mengandung makna bahwa manusia itu seharusnya selalu mengingat jika dirinya hidup itu hakekatnya bersamaan dengan menunggu kematian, itu maksudnya agar setiap menjalankan apa saja dalam hidup itu harus berhati-hati.

0 komentar:

Posting Komentar