ARTICHEL MASJID AMANAH MTs NEGERI BOROBUDUR
Oleh : Ustadz Heri Suprapto S.Ag
Pemanfaatan Blog Sebagai Media dan Sumber Pembelajaran
Alternatif Qur’an Hadits Tingkat Madrasah Tsanawiyah
Dalam suatu proses belajar
mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media
pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode
mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai,
meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih
media pembelajaran, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respons
yang diharapkan siswa termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat
dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat
bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar
yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Pemakaian media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media
pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Tak bisa dipungkiri, dewasa ini
media telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Di negara maju, media telah
mempengaruhi hampir sepanjang waktu hidup seseorang. Bahkan seorang insinyur
ternama Amerika Serikat, B. Fuller mengatakan bahwa media (terutama televisi)
telah menjadi “orang tua ketiga” bagi anak (guru adalah orang tua kedua).
Meskipun perkembangannya di Indonesia belum mencapai taraf seperti itu, namun
kecenderungan ke arah itu sudah mulai tampak. Dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, peranan media juga tidak bisa diabaikan.[1]
Sebagai salah satu komponen
pembelajaran, media tidak bisa luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara
menyeluruh. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat
perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataanya bagian
inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang sering
muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit
mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dll. Hal ini sebenarnya
tidak perlu terjadi jika setiap guru telah membekali diri dengan pengetahuan
dan keterampilan dalam hal media pembelajaran. Sesungguhnya betapa banyak jenis
media yang bisa dipilih, dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan kondisi
waktu, biaya maupun tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Setiap jenis media
memiliki karakteristik tertentu yang perlu kita pahami, sehingga kita dapat
memilih media yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di lapangan.
Kemudian selain itu, jika belajar
mengajar adalah suatu proses mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh anak
didik maka sesungguhnya nilai-nilai tersebut bisa diambil dari berbagai sumber.
Sumber belajar dalam pengertian luas sesungguhnya banyak dan bisa terdapat di
mana-mana. Karena itu sumber belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu
yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau
asal untuk belajar seseorang.[2] Dari sekian banyak komponen dalam
pembelajaran, sumber belajar turut berperan dalam membantu guru dalam memperkaya
wawasan anak didik. Jika dalam pendidikan masa lalu guru merupakan satu-satunya
sumber belajar bagi anak didik, sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih
tradisional, misalnya guru mendekte sehingga siswa kurang aktif. Lain halnya
dengan sekarang, dengan sekarang pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, dunia pendidikan dapat memanfaatkan kehadirannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam memanfaatkan
hasil-hasil teknologi dalam pembelajaran. Dengan mempergunakan teknologi
informasi sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar, dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap
siswa. Fenomena baru yang melanda dunia saat ini, terutama dalam bidang
teknologi informasi dan komunikasi adalah hadirnya suatu jaringan yang kita
kenal dengan internet.[3]
Dalam situasi yang berkembang
berubah cepat seperti saat ini diperlukan tersedianya sumber-sumber belajar
yang aktual, kaya dan mudah dijangkau. Internet merupakan teknologi yang
memberikan landasan yang kuat bagi penciptaan lingkungan belajar yang kaya dan
luwes serta mampu memenuhi kebutuhan pendidikan. Sistem pendidikan konvensional
sudah saatnya tidak bersifat angkuh dan seharusnya menunjukkan sifat bersahabat
dengan alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan teknologi.
Salah satu fenomena menarik dari
internet ialah blog. Blog awalnya hanya berupa situs pribadi yang memuat
kumpulan link situs favorit pemiliknya dan cenderung hanya sebagai tempat diary
online saja. Namun seiring popularitas dan daya tariknya kini blog sudah
berkembang menjadi suatu sumber berita atau informasi alternatif. Hal ini
dikarenakan kemudahan pembuatannya yang WYSWYG (what you see is what you get), tanpa perlu bahasa pemrograman yang
rumit. Kemudahan layanan bantuan pembuatan dan enrichment halaman blog termasuk
penyebarannya melalui jasa social networking membuat blog semakin populer.
Menurut Sifry, saat ini berdasarkan hasil penelusuran mesin pencari blog
Technorati, jumlah blog telah mencapai 57 juta blog di seluruh dunia, dan
jumlah ini berlipat dua kali setiap 230 hari.[4]
Saat ini fenomena blog juga telah
mewabah di Indonesia, dari remaja sampai orang dewasa bahkan yang sudah
kakek-kakek pun telah membuat blog dan dipublikasikan di internet. Para guru
juga tidak ketinggalan dalam membuat blog, hal ini dimungkinkan karena jasa
pelatihan atau pengenalan blog pada berbagai kesempatan pelatihan IT atau
internet pada guru. Para guru di Indonesia termasuk guru madrasah seharusnya
dapat memaksimalkan penggunaan blog sebagai media alternatif penyampaian
pengetahuan dan media pembelajaran online, untuk mengatasi masalah kurangnya
jam pembelajaran konvensional di kelas. Bahkan konten materi blog yang bagus,
informatif, inspiratif dan kaya sumber referensi serta bersifat tidak tertutup
tersebut, tidak mustahil dapat diakses siapapun (bukan hanya diakses siswa dari
sekolah tempat guru tersebut) dan itu artinya memungkinkan siapapun dapat
berkontribusi positif serta memperkaya bahan pembelajaran, tidak hanya bagi
siswa melainkan juga bagi guru itu sendiri. Dan itu sekaligus dapat menyebabkan
nama blog dan pemilik blognya akan lebih dikenal luas di internet.
Oleh karena itu jika ditinjau
dari penyampaian informasi dan untuk menggerakkan afeksi (motivasi untuk
belajar), blog dapat dianggap sebagai suatu media pembelajaran, sumber belajar
dan sumber informasi riset yang murah dibandingkan dengan media lain. Dengan
menggunakan blog para guru dapat memberikan bahan pengajaran, memberikan
alternatif cara mengakses sumber-sumber informasi lain secara tanpa batas dan
menawarkan sumber pengayaan bahan dari beragam informasi yang sedang berkembang
secara cepat setiap harinya. Blog juga sekaligus berfungsi sebagai media
interaksi dan berdiskusi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru
dengan guru lain, siswa satu madrasah dengan siswa madrasah lain dan
seterusnya.
Peneliti tidak memiliki data
pasti tentang jumlah situs atau blog yang khusus berisi materi pembelajaran
qur’an hadits yang ada di internet, tetapi dari hasil observasi yang telah
dilakukan oleh peneliti sekitar, dari search engine google dengan mengetik kata
Qur’an Hadits ditemukan 483.000 situs khusus berbahasa Indonesia. Sedangkan
jika kita mengetikkan kata “qur’an dan sunnah” gogle mengindeks 327.000 situs,
dan dari jumlah tersebut tidak semua situs yang ditampilkan merupakan situs
yang khusus membicarakan permasalahan qur’an hadits, sebagian besar berupa
situs tentang Islam secara umum bahkan adapula situs yang berasal dari kalangan
pemeluk agama lain. Jika kita mengembangkan sistem pencarian kita ke situs
penyedia video paling terkenal di jagat internet yakni youtube dengan
mengetikkan kata kunci “qur’an hadis”, maka setidaknya akan ditemukan sekitar
7.883 video yang berhubungan dengan kata kunci tersebut.
Adapun blog yang hampir 100% bisa
dianggap merupakan prototype media dan sumber pembelajaran alternatif qur’an
hadits mendekati ideal untuk tingkat madrasah jumlahnya sangat sedikit bahkan
boleh dibilang hampir tidak ada. Sejumlah blog yang berisi materi pembelajaran qur’an hadits bisa
dilihat pada http://cintailmuku.blogspot.com/ dan http://cintailmuku2.blogspot.com/.
Kedua blog ini merupakan contoh representatif blog yang memberikan link-link
berupa materi pembelajaran qur’an hadits untuk tingkat madrasah aliyah
dilengkapi dengan bahan presentasi untuk guru, namun sayangnya tidak dikelola
secara optimal. Oleh karena itu dari hasil studi pendahuluan di atas, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian tesis tentang “Pemanfaatan Blog Sebagai
Media dan Sumber Pembelajaran Alternatif Qur’an Hadits Tingkat Madrasah
Tsanawiyah”.
[1] Aristo Hadi, “Televisi Guru
yang Jahat?” dalam http://aristorahadi.wordpress.com/2008/04/08/televisi-guru-yang-jahat/
diakses 10 Juli 2012
[2] AECT (Association of
Education Communication Technology) melalui karyanya The Definition of
Educational Technology (1977) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam;
Message (pesan), yaitu
informasi/ajaran yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk gagasan,
fakta, arti, dan data. Termasuk dalam komponen pesan adalah semua bidang
studi/mata kuliah atau bahan pengajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
People (orang), yakni manusia
yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan, misalnya guru,
dosen, peserta didik dsb.
Material (bahan), yaitu perangkat
lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunan alat atau
perangkat keras ataupun oleh dirinya sendiri. Misalnya, film, audio, majalah
dsb.
Device (alat), yakni sesuatu
(perangat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam
bahan. Misalnya, OHP, slide, radio dsb.
Technique (teknik), yaitu
prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk penggunaan bahan, peralatan, orang,
lingkungan untuk menyampaikan pesan. Misalnya, simulasi, demonstrasi, tanya
jawab dsb.
Setting (lingkungan), yaitu
situasi atau suasana sekitar dimana pesan disampaikan baik lingkungan fisik
maupun nonfisik, misalnya kels, perpustakaan, tenang, ramai dsb.
Di samping itu, kita juga dapat
mengklasifikasikan sumber belajar dari versi yang lain, yaitu:
1. Menurut sifat dasarnya, sumber belajar ada 2 macam yaitu sumber
insani (human) dan
non-insani (non-human).
2. Menurut segi pengembangannya, sumber belajar
ada 2 macam:
- Learning resources by design
(sumber belajar yang dirancang untuk keperluan
pengajaran).
-
Learning resources by utilitarian (sumber belajar yang tidak dirancang
untuk keperluan
pengajaran.
[3] Internet merupakan kumpulan
informasi yang tersedia di komputer yang bisa diakses karena adanya jaringan
yang tersedia di komputer tersebut. Internet adalah jaringan yang tersusun dari
sejumlah Local Area Network (LAN, jaringan lokal), yang terbatas daerah
cakupannya, Metropolitan Area Network (MAN, jaringan kota metropolitan)
mencakup kota metropolitan yang luas, dan Wide Area Network (WAN, jaringan
luas) yang menghubungkan berbagai komputer di seluruh dunia. Semua jaringan ini
dihubungkan dengan beragam alat komunikasi, mulai dari sambungan telepon biasa
dan yang berkecepatan tinggi, satelit, gelombang mikro dan serat optik, yang
pada realitasnya semua jenis alat komunikasi ini berada pada internet sehingga
memberikan pemahaman bahwa artinya semua jaringan ini saling berhubungan
(interconnected network). Disadur dari buku pelajaran TIK untuk SMP/MTs kelas
IX, terbitan Erlangga.
[4] Perkembangan blog di
Indonesia sendiri dimulai sekitar tahun 1999-2000, yang dipelopori oleh orang-orang
Indonesia yang bermukim di luar negeri, di mana mereka memiliki akses informasi
yang lebih cepat, terutama dari lingkungan pergaulan mereka. Konten blog mereka
yang sudah berbahasa Indonesia, umumnya mereka adalah seorang web developer
ataupun seorang web designer. Diambil dari Majalah Komputer Chip Spesial
Blogging, edisi Oktober 2007, hlm. 14-17.
Penulis berkeyakinan Motivasi
belajar Siswa akan lebih meningkat dan lebih terfokus apabila para Guru beserta
siswanya sepakat untuk mengedepankan segi positifnya karena berfikir positif
membuat kita akan terarah kejenjang yang positif juga dalam berprilaku untuk
menjunjung tinggi agama kita yang semakin hari akhir-akhir ini banyak yang
teledor dan tertipu oleh ungkapan yang tidak sesuai dengan niatan kita hidup di
dunia yang fana ini.Maka penulis sebagai guru fiqih mengajak kepada seluruh
pembaca marilah kita semua berbuat sesuai dengan ajaran – ajaran Qu’an dan
Hadits, baik didunia nyata maupun dunia maya yang sekarang untuk ajang
mempropagandakan atau mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini menndongkol pada
lubuk hati yang paling dalam. Tulis pada facebookmu dengan kata-kata yang enak
untuk dibaca orang lain jangan mengotori dunia mayamu dengan kata-kata yang
tidak mengandung dakwah atau ibadah, karena tulisan anda akan bermanfaat bila
tulisan anda mengandung manfaat terhadap orang lain. Oky ?!.
MEMAKNAI SADRANAN
Oleh: Ustadz Hery ( 12 Juli 2012
)
Di dalam masyarakat jawa,
menjelang datangnya bulan suci ramadhan tepatnya dibulan Ruwah / Sya’ban ada
tradisi yang bernama Sadranan. Menurut sejarah, Sadranan ini telah
turun-temurun sejak dulu. Pada saat masyarakat jawa belum beragama Islam,
Sadranan ini dilaksanakan sebagai pemujaan pada arwah leluhur yang telah
meninggal dunia. Setiap bulah ruwah masyarakat selalu menyiapkan sesaji (sajen)
yang diperuntukkan untuk para arwah-arwah tersebut. Sesaji untuk upacara pada
masa lalu berwujud makanan mentah, daging mentah, dupa dan darah. Dengan
berbagai sajen yang dipersembahkan kepada arwah tersebut, mereka berharap
mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan hidup. Semua makanan
tersebut diletakkan di kuburan-kuburan, punden, batu besar, sungai, pohon besar
atau ditempat yang dianggap keramat lainnya.
Era kerajaan Islam Demak dengan
rajanya Raden Patah dan dibantu penasihat spiritualnya, yaitu Walisanga
merupakan babak baru perubahan yang sangat mendasar atas tradisi sadranan ini.
Walisanga tetap mempertahankan tradisi sadranan, tetapi substansinya diisi
dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah
leluhur, tetapi merupakan sarana untuk mendoakan agar arwah para leluhur
tersebut bisa tentram, damai di sisi Allah SWT. Makanan yang semula berupa
makanan mentah, daging mentah dan darah diganti dengan makanan dan minuman yang
baik, hasil dari pertanian dan peternakan yang dimiliki oleh masyarakat. Tempat
Sadranan yang dulu dilakukan di pekuburan dan tempat yang dianggap keramat,
dipindah dan dilaksanakan di Masjid-masjid atau rumah sesepuh. Hal ini mirip sebagaimana
Rosulullah SAW berdakwah dalam menyikapi tradisi kaum jahiliyyah diantaranya
dalam melestarikan tradisi Aqiqoh. Konon sebelum kedatangan Islam, kaum Quraisy
jahiliyah ketika ada yang melahirkan, mereka menyembelih kambing. Namun kambing
sembelihan itu dipersembahkan untuk berhala dan perut dari si bayi dilumuri
dengan darah sembelihan. Ketika Islam datang, Rosulullah tetap melestarikan
tradisi penyembelihan kambing ketika ada kelahiran, namun daging kambing itu di
sedekahkan.
Rangkaian kegiatan sadranan ini
dilaksanakan dengan berbagai variasi sesuai dengan adat masing-masing daerah.
Pada umumnya sadranan diawali dengan bersih-bersih makam. Acara bersih kubur
ini merupakan kegiatan pembuka dan melibatkan seluruh masyarakat desa. Setelah
bersih-bersih makam, kegiatan dilanjutkan dengan membersihkan jalan-jalan,
pasar, balai desa atau tempat lainnya yang memiliki fungsi sebagai tempat
publik. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara Munjung, yaitu kegiatan saling
mengirim makanan kepada para kerabat, tetangga dan orang-orang yang di hormati.
Munjung berasal dari kata kunjung yang artinya mendatangi. Munjung biasanya
dilakukan oleh anak-anak dimaksudkan agar anak-anak lebih mengenal silsilah
keluarga atau kerabat. Setelah Munjung selesai, kegiatan berikutnya adalah
kenduri, selamatan atau bancakan. Kenduri ini biasanya dilakukan secara
bersamaan atau dilaksanakan di Masjid yang dipimpin oleh seorang Kiyai atau
orang yang disepuhkan di desa tersebut.
Makna yang terkandung dalam
tradisi sadranan ini antara lain : Pertama, Bersih kubur, kegiatan ini memiliki
makna akan pentingnya kebersihan tidak hanya di rumah tempat tinggal, tetapi
juga di tempat-tempat umum seperti makam, jalan dan balai desa. Dengan
dibersihkannya tempat itu maka bisa menjadi symbol bahwa masyarakat telah
memberisihkan jasmani mereka dari segala kotoran yang melingkupinya sehingga
pada bulan puasa yang akan segera datang, mereka bisa menyempurnakan amalan dan
memberishkan batin mereka. Disamping itu, membersihkan makam merupakan media
untuk ingat pada mati, dengan mengingat mati manusia akan memiliki
kecenderungan untuk berbuat sebaik mungkin dalam hidup. Bukankah Rosulullah
telah menyatakan bahwa orang yang cerdas itu adalah orang yang ingat akan
kematian. Bersih makam juga dapat menjadi sarana menziarahi dan mendoakan arwah
leluhur yang telah meninggal dunia. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah SAW
pernah menziarahi kubur ibunya, lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya
turut menangis. Beliau bersabda, “ Saya meminta izin kepada Tuhanku untuk
memohonkan ampunan buat ibu namun tidak diizinkan. Dan, saya minta izin untuk
menziarahi kuburnya, lalu diizinkan. Maka ziarahlah kubur, karena dapat
mengingatkan kematian (HR. Tirmidzi).
Kedua, makna yang terdapat dalam tradisi
munjungan adalah cara mempererat kekeluargaan di masyarakat. Anak-anak yang
biasa munjung dilatih atau dibiasakan untuk bersedekah dan mengetahui sejarah
dan silsilah yang dimiliki oleh keluarga mereka. Salah satu cara berbakti
kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal adalah bersedekah untuk
leluhur dan menjalin silaturahim serta menjaga hubungan kekeluargaan dengan
kerabat dan hadaitulan leluhur. Ibnu Umar pernah berkata, “ Saya mendengar
Rosulullah SAW bersabda, Sesungguhnya sebaik-baik wujud bakti anak kepada orang
tuanya sepeninggal mereka adalah menyambung tali persaudaraan dengan keluarga
yang dicintai oleh orang tuanya.”
Ketiga, makna kenduri merupakan
simbul dari ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas semua karunia yang telah
diberikan. Sebagai ungkapan syukur tersebut masyarakat mengeluarkan sedekah
berupa makanan. Dan dalam kenduri itu biasanya juga dilakukan zikir bersama dan
berdoa mohon keselamatan dan kesejahteraan kepada Allah SWT. Disamping itu,
kenduri merupakan simbul persatuan dan kerukuanan masyarakat desa. Kenduri juga
menjadi sarana menyampaikan informasi penting bagi desa misalnya mengenai
program pengembangan desa.
Demikian perubahan substansi,
tatacara dan pemaknaan dari tradisi Sadranan ini sebagai bentuk akomodatif
Walisanga terhadap kekayaan budaya lokal dalam berdakwah di masyarakat jawa.
Pendekatan kultural mensyaratkan adanya penghargaan terhadap berbagai pranata
lokal yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa tercerabut dari
akar tradisinya. Perubahan yang ditimbulkan dari model dakwah kultural ini
bersifat gradual, atau perlahan-lahan, tetapi mengakar sampai pada akar
kesadaran masyarakat. Namun demikian, estafet perjuangan Walisanga masih
membutuhkan generasi baru. Masih banyak agenda yang perlu diselesaikan, seperti
masih tersebarnya budaya dan ritual yang perlu di benahi dan ditata ulang
kembali sehingga lebih selaras dengan nilai-nilai Islam. Hanya Allah SWT yang
mengetahui segala kebenaran.
Setiap menjelang Ramadan,
masyarakat Jawa memiliki tradisi unik, yakni sadranan. Sadranan adalah sebuah
seremoni sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni pergi ke makam leluhur
(orangtua), silaturrahim kepada yang masih hidup (biasanya berkumpul di rumah
peninggalan orangtua). Acara sadranan, setidaknya memberi pesan sebelum
memasuki Ramadan sesama saudara sekandung atau relasi sosial mengucapkan saling
memohon maaf, me-refresh hubungan silaturrahim dan memperbaharui komitmen.
Dulu Sunan Kalijaga mendesain
sadranan bertujuan agar sebelum memasuki bulan Ramadan hati manusia mukmin
bersih dari penyakit hati, seperti iri, dengki, hasut, takabur, riya’, dan
ujub. Penyakit hati ini berdiam di hati manusia dan harus dibersihkan.
Tujuannya, agar saat memasuki bulan Ramadan kondisi batin siap menerima
pelajaran ruhani dari Allah.
Jalaluddin Rakhmat (2005)
menyebut Ramadan sebagai madrasah ruhani (sekolah spiritual). Mukmin yang telah
menyelesaikan ibadah diharapkan Ramadan diharapkan peka dengan kondisi
lingkungan sekitarnya, seperti bagaimana merasakan lapar dan dahaga di siang hari.
Bagaimana seseorang merelakan dirinya tidak makan dan minum meskipun makanan
dan minuman itu halal. Ia hanya mau makan bila sudah ada tanda maghrib. Setiap
malam bermunajad menggapai ridho Illahi. Alqur’an sebagai kitab pedoman dibaca,
dikaji, dan diaplikasikan dalam kehidupan. Bersedekah yang semula berat, ketika
bulan Ramadan rasanya ringan.
Seseorang yang mau memasuki bulan
Ramadan perlu mengkondisikan spiritualitasnya. Mentalnya perlu diedukasi agar
siap menerima pelajaran dari Allah langsung sebagaimana firmannya dalam hadis
qudsi; Puasa Ramadhan adalah milik Ku dan Aku yang akan langsung mengganjarnya.
Khas Jawa
Adakah sadranan di Arab Saudi,
tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan dan Alqur’an diturunkan? Jawabnya pasti
tidak. Hal ini karena dipengaruhi perbedaan budaya. Masyarakat Jawa senang
dengan kumpul-kumpul sampai ada peribahasa Jawa, mangan ora mangan sing penting
kumpul. Maka tidak heran bila dalam kondisi apapun, seperti mudik yang menelan
harta dan bahkan nyawa, tetap saja sebagai sesuatu yang unik dan menarik.
Bahkan, setiap ritual mudik, ada perputaran uang yang sangat signifikan di
daerah.
Para Wali Songo sebagai peletak
dasar tradisi Islam Jawa berusaha mendesain acara-acara yang memiliki muatan
keislaman tanpa merusak tradisi yang berkembang di masyarakat lokal. Seperti
ide sadranan, di Jawa sebenarnya sudah ada tradisi besik. Besik adalah tradisi
membersihkan makan menjelang Ramadan, acara ini kemudian diolah oleh para Wali
Songo sehingga mengkomunikasikan hadis Nabi yang maknanya, di dalam diri jasad
manusia ada segumpal darah. Bila segumpal darah itu bagus, maka bagus pula
seluruh diri jasad manusia. Sebaliknya, bila segumpal darah itu jelek (kotor),
maka jelek pula seluruh diri jasad. Segumpal darah itu adalah hati. Hati dalam
perspektif Sunan Kali Jaga berada di dada, maka acara pembersihan hati diberi
nama (simbol) sadr (dada) dan berubah menjadi sadranan.
Komunikasi-komunikasi ini terus
dilakukan dan masyarakat Jawa yang pada waktu itu belum memiliki hiburan
seperti jaman sekarang sadranan merupakan momen bertemunya balung apisah
(tulang/keturunan yang telah pisah bercerai berai). Maka untuk zaman teknologi
seperti sekarang ketika silaturrahim telah tereduksi adanya handphone, perlu
para penerus generasi Wali Songo mendesain acara sadranan lebih bermakna
sebagai pembelaan atas komunitasnya.
Sadranan dan Kritik Sosial
Sadranan sebenarnya bisa menjadi
kritik sosial ketika pada acara itu bertemu antara pemimpin, ulama
(cendekiawan), dermawan, dan fakir miskin. Mereka berkumpul bersama untuk
mendoakan arwah leluhur. Andaikan pertemuan itu didesain sebagai upacara untuk
mengkonsolidasikan kekuatan lokal yang tertindas secara ekonomi, pendidikan,
budaya, politik, dll. maka sadaran akan memiliki kekuatan lebih.
Lihat saja, makanan yang disajikan
dalam acara sadranan terdiri dari makanan olahan lokal. Jauh dari modernitas. Ini merupakan kritik atas ekonomi
bangsa Indonesia yang telah dibanjiri produk luar negeri. Dalam prosesi
penyelenggaraan, masyarakat secara mandiri membiayai acaranya dengan cara iuran
tanpa harus mengemis kepada pemerintah. Mereka pun membelanjakan uangnya kepada
pedagang sekitar. Sehingga dengan berkumpulnya iuran itu, ekonomi pun berjalan.
Mereka bangga dengan
kesederhanaan, tidak neka-neka, tidak perlu mendesain gemerlapnya lampu seperti
panggung konser musik. Mereka khusyu mendoakan yang telah mati dan yang masih
hidup. Mereka melestarikan syair karya Sunan Kali Jaga yang berjudul
sluku-sluku batok, yang dalam syair itu ada ungkapan wong mati ora obah yen
obah medeni bocah, yen urip golek ooo duwet.
Pesan Sunan Kalijaga, kewajiban
manusia yang masih hidup adalah bekerja bukan menumpuk kekayaan. Maka ungkapan
khas Jawa, sugih tanpa bondho. Sayangnya, keluhuran prinsip hidup orang Jawa
harus diuji oleh gerusan budaya luar yang menjanjikan kenikmatan dunia dengan
budaya hedonisme dan konsumerismenya.
Akhirnya, apakah sadranan akan
mampu menjadi media kritik sosial atau tidak, itu merupakan tanggung jawab para
pelestari budaya adi luhung ini. Bila para penerus generasi wali songo gagal
memaknai perubahan zaman, suatu saat sadranan pun akan bergeser makna hanya
sebagai tradisi klasik yang akan menjadi tontotan. Bukan tuntunan. Wallahu
a’lam bis showaab.
SEKILAS TENTANG SADRANAN DI
CEPOGO
Sadran merupakan ritual yang
rutin digelar kaum Kejawen setiap bulan sa'ban (ruwah). Upacara ini bertujuan
untuk menyambut datangnya bulan puasa. Tradisi Sadranan sudah umum dilaksanakan
masyarakat muslim Asia Tenggara namun kadang berbeda nama dan rangkaian
kegiatanya. Masyarakat Jawa, termasuk juga masyarakat Cepogo melakukan tradisi
ini sebagai penghormatan kepada arwah leluhur, kerabat/saudara.
Zaman dahulu acara sadranan
dilakukan sebagai pemujaan kepada leluhur juga permohonan kepada arwah leluhur
sebab dipercaya jika arwah leluhur yang sudah meninggal itu sebenarnya masih
hidup bersama didunia ini. Upacara sadranan zaman dulu menggunakan ubarampe
yang isinya ialah sesajen makanan-makanan yang tidak sepantasnya dimakan,
contohnya: daging mentah, darah ayam, kluwak dan lain-lain.
Setelah agama Islam masuk, para
Wali merubah upacara sadranan ini secara halus agar sesuai dengan ajaran Islam.
Pemujaan dan permohonan kepada leluhur diubah menjadi doa kepada Allah. Sesajen
yang tidak enak dimakan diganti menjadi sajian makanan yang enak. Sadranan
biasanya diawali dengan bersih-bersih kuburan, masyarakat menyebutnya “besik”.
Dan yang mengherankan dari tradisi ini adalah semua masyarakat datang
berbondong-bondong untuk bersilaturahmi dan menjalin persaudaraan dengan saling
mengunjungi rumah per rumah dengan menyantap hidangan yang disajikan. Maksud
dan tujuan lainnya yaitu ikut ngalap berkah kepada para leluhur yang telah
meninggal dunia. Kuatnya nilai-nilai tradisi pada masyarakat yang masih
menjalankannya tersebut didasari keyakinan bahwa setelah upacara tradisional
Sadranan tersebut dilaksanakan maka dalam bekerja untuk mencari nafkah akan
diberikan kelancaran dan kemudahan.
Sadranan di adakan setiap bulan
Ruwah tanggal 15 sampai dengan menjelang bulan puasa, secara bergantian dari
kampung ke kampung mengadakan upacara tradisional Sadranan tersebut. Upacara
itu hakekatnya ialah kesadaran manusia kepada
perkara hidup dan mati. Yang telah meninggal ganu ngelairna yang masih
hidup, yang masih hidup nantinya menyusul yang telah meninggal (Sangkan
Paraning Dumadi). Sadranan juga mengandung makna bahwa manusia itu seharusnya
selalu mengingat jika dirinya hidup itu hakekatnya bersamaan dengan menunggu
kematian, itu maksudnya agar setiap menjalankan apa saja dalam hidup itu harus
berhati-hati.
0 komentar:
Posting Komentar